Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari merek dagang atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama orang orang terkenal dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka .
contoh kasus:
Kasus mustika-ratu.com
Tjandra Sugiono pada awal bergabung ke Martina Berto sebagai Manajer Internasional Marketing bulan September 1999, kemudian melakukan pendaftaran nama domain mustika-ratu.com pada 7 Oktober 1999 kepada Network Sollution di Amerika Serikat. Mustika Ratu sendiri sebenarnya mempunyai nama domain www.mustika-ratu.co.id. Dengan beranggapan nama domain mustika-ratu.com sebagai merek dan telah didaftarkan, pada tanggal 4 September 2000 Mustika Ratu kemudian melaporkan Martina Berto ke Mabes Polri. Perlu diketahui juga bahwa Tjandra Sugiono telah mengundurkan diri dari Martina Berto sejak tanggal 16 Juni 2000. Sebelum melaporkan ke Polisi, Mustika Ratu pada tanggal 29 Agustus 2000 di harian Suara Pembaharuan dan 1 September 2000 telah memasang pengumuman untuk menarik atau mencabut kembali pemuatan nama domain mustika-ratu.com terhitung sejak tanggal dimuatnya pengumuman tersebut. Ternyata belum habis masa 7 hari tersebut, Mustika Ratu sudah melaporkan ke Polisi.[13]
Sumber yang sama menyebutkan bahwa tanggal 28 September 2000, nama domain mustika-ratu.com resmi dicabut dari Network Sollutions. Tanggal 5 Oktober 2000 nama domain tersebut diambil alih oleh Mustika Ratu. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 2001 persidangan dimulai. Perlu dicatat juga berhubung telah dinyatakan oleh Tjandra Sugiono maupun Martha Tilaar bahwa pendaftaran nama domain tersebut tidak ada sangku pautnya dengan kebijakan Martina Berto, maka Pengadilan sepakat bahwa selaku terdakwa adalah Tjandra Sugiono tanpa menyeret Martina Berto.
Gugatan Mustika Ratu ternyata kalah ditingkat Pengadilan Negeri, hakim menilai tindakan Tjandra Sugiono tidak dapat dikenai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan hakim berpendapat nama domain mustika-ratu.com dianggap bukan pesaing PT Mustika Ratu karena dibuat oleh PT Djago Mas milik Tjandra Sugiono yang bergerak bukan dibidang kosmetik. Mustika Ratu mengajukan kasasi terhadap putusan ini dan akhirya Tjandra Sugiono dikenai Pasal 382 KUHP dan dihukum selama 4 bulan.
Tinjauan mengenai Nama Domain
Domain name adalah nama lain atau alias dari IP address atau Intenet Protocol. Domain ini merupakan nama unik yang mewakili oleh suatu organisasi dimana nama itu akan digunakan oleh pemakai internet untuk menghubungkan ke organisasi tersebut.Domain name terdiri dari 2 bagian, yaitu Identitas Organisasi dan identifier yang menjelaskan tipe organisasi tersebut.[14]
Dijelaskan dalam buku yang sama, Internet Protocol adalah protocol di internet yang mengurusi masalah pengalamatan dan mengatur pengiriman paket data sehingga ia sampai ke alamat yang benar, berfungsi untuk menyampaikan paket data ke alamat internet tujuan dengan benar.
Sumber buku itu juga menjelaskan, IP address merupakan kombinasi angka unik yang ditetapkan untuk mengidentifikasikan suatu host di internet. Angka ini dibutuhkan oleh software-software internet untuk mengakses informasi dari dank e host tersebut. IP address terdiri dari 4 bagian yang berupa angka yang dipisahkan dengan titik, contoh: 202.159.25.165.
Nama domain digunakan juga untuk mengidentifikasikan perusahaan dan merek dagang. Permasalahannya adalah beberapa orang mencari kesempatan untuk mendaftarkan nama domain perusahaan lain, kemudian menjualnya dengan harga yang lebih mahal atau menggunakan nama domain perusahaan lain sehingga dapat berakibat mendatangkan kerugian bagi perusahaan tersebut, permasalahan itu dikenal dengancybersquatting. Kasus nama domain ini seperti yang telah terjadi yaitu kasus mustika-ratu.com, sedikit banyak telah diuraikan sebelumnya. Bagaimana pengaturan tentang penyalahgunaan nama domain ini, apakah ada ketentuan yang mengatur secara khusus, bagaimana perlindungan terhadap perusahaan yang nama domainnya sudah didaftarkan oleh orang lain seperti kasus mustika-ratu.com ini. Hal tersebut menjadi pembahasan selanjutnya.
Ketentuan mengenai Nama Domain
Prinsip-prinsip yang diakui secara umum tentang nama domain yaitu:[15]
1. Setiap domain name haruslah unik.
2. Prinsip first come first serve.
3. Hanya 1 domain name untuk setiap perusahaan.
Di Amerika Serikat semula penamaan site (situs) di internet dikenal dengan istilah CCTLD (Country Code Top Level Domain) sudah diatur sebagai berikut:[16]
1. .com digunakan oleh pengguna bisnis dan komersial.
2. .org digunakan oleh organisasi dan lembaga non profit.
3. .mil digunakan oleh militer.
4. .gov digunakan oleh lembaga pemerintah non militer.
5. .edu digunakan oleh lembaga pendidikan.
6. .net digunakan oleh penyelenggara network.
Sumber yang sama menyatakan, untuk pengaturan penamaan situs internet yang telah terbentuk suatu lembaga registrasi yang bernama ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers).
Indonesia hal tersebut ditangani oleh IDNIC (Indonesian Network Information Center) yaitu suatu lembaga registrasi yang pengaturan penamaan domain CCTLD. Di Indonesia penamaan tersebut diatur sebagai berikut:[17]
1. .ac.id untuk pendidikan
2. .co.id untuk penggunaan komersial
3. .or.id untuk organisasi
4. .net.id untuk provider internet
5. .mil.id untuk militer
6. .web.id untuk situs web (situs)
Dalam perkembangannya sengketa mengenai nama domain ini semakin meningkat, oleh karenanya ICANN menyusun suatu prosedur penyelesaian sengketa yang berupa lembaga yang disebut URDP (Uniform Domain Name Dispute-Resolution). Penyelesaian dilakukan pada pembatalan dan perintah untuk menyerahkan nama domain kepada yang berhak. Penyelesaian melalui URDP dapat melalui penyelenggaraan arbitrase (arbitration provider) seperti WIPO (World Intelectual Property Organization), NAF (the National Arbitration Forum), DeC (Disputes.org/eResolution Consortium) dan CPR (Institute for Dispute Resolution).
Syarat agar sengketa dapat dibawa ke URDP yaitu:[18]
1. Domain name yang dipersengketakan serupa atau sangat mirip dengan trade mark atau service mark yang dimiliki oleh penggugat.
2. Pemegang nama domain tidak mempunyai hak atau kepentingan yang nyata atas nama yang dipersengketakan.
3. Nama domain tersebut telah didaftarkan dan digunakan dengan itikad buruk (bad faith).
Cybersquatting kasus mustika-ratu.com
Cybersquatting kasus mustika-ratu.com saat itu menjadi perdebatan yang cukup menarik, hal tersebut karena pengaturan mengenai nama domain ini belum jelas di Indonesia. Penyelesaian kasus ini berjalan melalui pengadilan, padahal ketentuan internasional menyatakan pengaturan nama situs internet melalui lembaga registrasi ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers). Di Indonesia hal tersebut diatur oleh lembaga IDNIC (Indonesian Network Information Center). ICANN sendiri telah menetapkan bahwa jika terjadi sengketa nama domain dalam perkembangannya maka diselesaikan melalui lembaga yang disebut URDP (Uniform Domain Name Dispute-Resolution).
Kasus mustika-ratu.com ini memenuhi syarat untuk dapat diajukan pada lembaga URDP, namun menjadi permasalahan adalah sejauh mana pertimbangan pengadilan atas keputusan URDP tersebut. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi pihak Mustika Ratu membawa persoalan cybersquatting ini melalui pengadilan. Hanya saja penyelesaian melalui pengadilan ini semestinya dilakukan menggunakan hukum perdata bukan pidana, namun cybersquatting mustika-ratu.com melalui jalur hukum pidana yang akhirnya sampai pada putusan Mahkamah Agung yang menghukum pidana 4 bulan pada Tjandra Sugiono.
Berkaca dari hal tersebut perlu kita ingat, bahwa tujuan hukum menurut Gustav Radbruch yaitu:[19]
1. Keadilan (nilai dasar)
2. Kepastian hukum (nilai instrumental)
3. Kemanfaatan (nilai praktis)
Kasus Cybersquatting mustika-ratu.com berdasarkan asas ius curia novit maka sudah tepat hakim tahu mengenai ketentuannya untuk memberikan perlindungan terhadap pihak Mustika Ratu walaupun hukum positif kita belum mengaturnya akan tetapi dalam pelaksanaannya tidaklah memberikan rasa keadilan pada Tjandra Sugiono, karena penyelesaian kasus ini semestinya melalui lembaga yang telah tentukan (UDRP) dan diselesaikan secara perdata. (inilah mengapa keadilan merupakan hal yang relatif, adil disatu pihak belum tentu adil bagi pihak lainnya). Prosedur penyelesaian sengketa nama domain ini sudah diatur oleh ICANN sebagai lembaga internasional yang mengatur registrasi nama domain, di Indonesia penyelesaiannya melalui UDRP, jika salah satu pihak tidak puas terhadap hasil dari UDRP maka ini menjadi kewenangan pengadilan sampai sejauhmanakah mempertimbangkan hasil dari UDRP tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa penyelesaian melalui UDRP ini yang didahulukan, diselesaikan diantara para pihak. Prosedur seperti itu yang semestinya dilaksanakan dengan tersedia aturan-aturan hukum yang jelas (jernih), konsisten, dan mudah diperoleh (accessible), diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara, sehingga hasil dari penyelesaian tersebut dapat memberikan manfaat berkaitan dengan kasus cyber crime yang mendatang khususnya berkaitan dengancybersquatting, yang memerlukan pengaturan lebih lanjut.
Eddy O.S. Hiariej berpendapat bahwa kejahatan dunia maya pada dasarnya sama dengan kejahatan dunia nyata, hanya modus operandinya saja yang berbeda (cara melakukan kejahatannya yang modern), maka cybersquatting dapat dikenakan pada ketentuan yang berkaitan dengan persaingan curang karena saat itu Tjandra Sugiono mendaftarkan nama domain mustika-ratu.com bukan sebagai kapasitas yang berhak dari pihak Mustika Ratu, tetapi merupakan orang yang berkapasitas dalam pihak seteru dari Mustika Ratu, dengan demikian menjadi pertanyaan selanjutnya apakah tujuan dari pendaftaran nama domain tersebut walaupun pihak Mustika Ratu sendiri telah mempunyai nama domain mustika-ratu.co.id. Hanya saja karena nama domain yang didaftarkan tersebut sangat mirip dengan trade mark atau service mark pihak Mustika Ratu, sehingga wajar bila ada niatan tidak baik (bad faith).
Kasus mustika-ratu.com semula dijerat dengan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, namun di tingkat Pengadilan Negeri hal tersebut tidak memenuhi ketentuan yang ada. Kemudian dijerat Pasal 382 KUHP ditingkat Kasasi, hal ini yang menjadi perdebatan karena apakah tepat jika penyelesaian nama domain tersebut diselesaikan melalui jalur pidana karena semestinya merujuk pada ketentuan internasional bahwa penyelesaiannya melalui UDRP. Pengaturan mengenai cyber ini mesti mendapat perhatian serius dari pemerintah, cybersquatting ini bukan hanya sebatas masalah nama domain saja karena dilihat dari latar belakang perkembangan kasusnya melibatkan juga persaingan bisnis antara dua perusahaan besar Indonesia.